Laman

Sabtu, 10 Maret 2012

Makna di balik Badik Bugis


Posted by Fawwaz Mughny on February - 22 - 2011
Dimata orang Bugis, Badik atau dalam bahasa bugis disebut Kawali bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri, namun setiap jenis badik dipercaya memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat mempengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya.
Sejak ratusan tahun silam, badik dipandang sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Kawali orang Bugis pada umumnya memiliki bessi atau bilah yang pipih, ujung runcing dan bentuk agak melebar pada bagian ujung, disamping itu ada juga kawali dari bessi pipih dan berbentuk lurus. Kawali pun memiliki bagian-bagian, seperti pangulu (hulu), bessi (bilah) dan wanua (sarung). Seperti pada senjata tradisional lainnya, kawali juga dipercaya memiliki kekuatan sakti, baik itu yang dapat membawa keberuntungan ataupun kesialan.
Kawali Lamalomo Sugi adalah jenis badik yang mempunyai motif kaitan pada bilahnya dan dipercaya sebagai senjata yang akan memberikan kekayaan bagi pemiliknya. Sedangkan, kawali Lataring Tellu yang mempunyai motif berupa tiga noktah dalam posisi tungku dipercaya akan membawa keberuntungan bagi pemiliknya berupa tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan mengalami duka nestapa. Itulah sebabnya, badik ini paling cocok digunakan bagi mereka yang berusaha di sektor pertanian.
Kawali Lade’ nateyai memiliki pamor berupa bulatan kecil pada bagian pangkal dan guratan berjajar pada bagian matanya. Badik ini dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang melimpah bagi pemiliknya. Badik ini memiliki kemiripan fungsi dengan Kawali Lakadang yang memiliki motif berbentuk gala pada pangkalnya.
Salah satu badik yang dipercaya sangat ideal adalah Kawali Lagemme’ Silampa yang memiliki motif berupa urat (ure‘) yang membujur dari pangkal ke ujung. Dipercaya bahwa pemilik badik tersebut senantiasa akan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam kehidupannya bersama dengan segenap kaum kerabatnya. Sedangkan untuk mendapatkan kesabaran, maka dipercaya harus memiliki Kawali Lasabbara.
Kawali Ilakkoajang adalah jenis badik yang dipercayai sebagai senjata yang mampu mendatangkan wibawa serta derajat yang tinggi.Badik ini memiliki motif guratan di seluruh tubuhnya. Sementara itu, bagi yang menginginkan kemenangan dalam setiap pertarungan hendaknya memiliki Kawali Latenriwale. Badik yang memiliki motif berupa bulatan oval pada bagian ujungnya ini dipercaya dapat membangkitkan sifat pantang mundur bagi pemiliknya dalam setiap pertempuran.
Bila dipercaya terdapat badik yang mengandung kebaikan, demikian pun sebaliknya terdapat badik yang mengandung kesialan. Kawali Lasukku Ja’na adalah badik yang dianggap amat buruk. Bagi siapapun, Kawali Latemmewa merupakan badik yang sangat tidak baik, karena dipercaya badik ini tidak dapat menjaga wibawa dan kehormatan pemiliknya. Menurut kepercayaan, pemilik badik ini tidak akan melakukan perlawanan kendati ditampar oleh orang lain.
Sejalan dengan kepercayaan tersebut, terdapat Kawali Lamalomo Malaweng Tappi’enngi yang memiliki motif berupa guratan tanda panah pada bagian pangkalnya. Dipercaya, pemilik badik ini seringkali terlibat dalam perbuatan zina. Badik ini memiliki kepercayaan yang berlawanan dengan Kawali Lamalomo Rialawengeng. Konon kabarnya pemilik badik seperti ini seringkali istrinya melakukan perzinahan dengan lelaki lain.
Apapun kekuatan sakti yang dipercaya dikandung oleh sebuah badik, badik tetaplah sebuah benda budaya yang akan meningkatkan identitas diri seseorang, terutama bagi kaum lelaki. Seperti kata orang Bugis mengenai badik “Taniya ugi narekko de’na punnai kawali” (Bukan seorang Bugis jika tidak memiliki badik).
Badik/kawali bagi masyarakat Sulawesi Selatan mempunyai kedudukan yang tinggi. Badik/kawali bukan hanya berfungsi sekedar sebagai senjata tikam, melainkan juga melambangkan status, pribadi dan karakter pembawanya. Kebiasaan membawa Badik/kawali dikalangan masyarakat terutama suku bugis dan Makassar merupakan pemandangan yang lazim ditemui sampai saat ini. Kebiasaan tersebut bukanlah mencerminkan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan khususnya suku bugis dan makassar adalah masyarakat yang gemar berperang atau suka mencari keributan melainkan lebih menekankan pada makna simbolik yang terdapat pada Badik/kawali tersebut.
Pentingnya kedudukan Badik/kawali di kalangan masyarakat bugis dan makassar membuat masyarakat berusaha membuat/mendapatkan badik yang istimewa baik dari segi pembuatan, bahan baku, pamor maupun sisi’ (tuah) yang dipercaya dapat memberikan energi positif bagi siapa saja yang memiliki atau membawanya.
Badik/kawali yang bagus/istimewa dapat dilihat dari beberapa unsur, yakni:
a. Dari segi fisik Badik/kawali dapat dilihat:
Bahan bakunya terbuat dari besi dan baja pilihan biasanya mengandung meteorit dan ringan. Wilayah Sulawesi Selatan sejak zaman dahulu terkenal dengan besi luwu yang berkualitas tinggi.
Pamor;ragam pamor pada Badik/kawali lebih sederhana dari dari keris jawa biasanya terdiri dari jenis pamor kurrisi, laso ancale, parinring, bunga pejje, maddaung ase, kuribojo, tebajampu, timpa laja dan balo pakki.
b. Segi sisi’(tuah)/mistik antara lain:
  1. Uleng puleng dan battu lappa; sebenarnya merupakan kandungan meteorit. Bagi sebagian orang percaya Badik/kawali yang mempunyai ulengpuleng(kalau kecil)/battu lappa (kalau besar) akan membawa kebaikan pada pemiliknya baik berupa kemudakan rezki, karisma, maupun peningkatan karir. Posisi ulengpuleng/battulappa yang dicari adalah yang terletak dipunggung badik kira-kira berjarak 5 cm dari hulu/pangulu karena dipercaya akan memudahkan rezki dan karir. Badik/kawali yang memiliki ulengpuleng dan battulappa juga dipercaya dapat menghindari gangguan mahluk halus, sihir dan tolak bala.
  2. Mabelesse; adalah retakan di atas punggung Badik/kawali sehingga seakan-akan Badik/kawali tersebut akan terbelah dua. Badik seperti ini dipercaya akan memudahkan rezki bagi pemiliknya sehingga banyak dicari oleh yang berprofesi sebagai pedagang.
  3. Sumpang buaja; sama seperti mabelesse Cuma retakannya pada bilah dekat ujung Badik/kawali. Tuahnya sama seperti mabelesse namun yang dicari yang letaknya pada bilah sebelah kanan dekat ujung Badik/kawali.
  4. Ure tuo; adalah garis yang muncul pada bilah Badik/kawali. Yang dicari adalah yang tidak terputus-putus, kalau letaknya dipunggung Badik/kawali dan tidak terputus dari hulu sampai ujung tuahnya membuat sang pemilik disegani dan dituruti semua perkataannya, kalau melingkar ke atas dari bilah ke bilah sebelahnya seperti badik luwu sambang maka tuahnya untuk melindungi pemiliknya dari malapetaka dan kalau turun ke baja maka untuk memudahkan rezki.
  5. Tolongeng; adalah lubang pada punggung Badik/kawali yang tembus ke bawah terletak dekat hulu/pangulu sehingga kalau dilihat seakan seperti teropong. Pada zaman dahulu sebelum berangkat perang biasanya panglima perang meneropong pasukannya melalui Badik/kawali tolongeng.
  6. Sippa’sikadong; adalah retakan pada tengah bilah Badik/kawali dari punggung Badik/kawali. Tuahnya adalah membuat pemiliknya disenangi oleh siapa saja yang melihatnya. Pada zaman dahulu apabila ada seseorang akan melamar gadis, maka utusan dari laki-laki akan membawa Badik/kawali sippa’sikadong yang bertujuan agar memudahkan lamarannya diterima pihak perempuan
  7. Pamussa’; adalah upaya memperkuat daya magis Badik/kawali yang diletakan dalam hulu/pangulu Badik/kawali. Biasanya dengan menggunakan bahan-bahan tertentu tergantung akan digunakan untuk apa Badik/kawali yang akan di beri pamussa.
  8. Pangulu; di kalangan masyarakat bugis Bone berkembang suatu keyakinan akan kemampuan yang dimiliki sebagian orang yang mampu membuat pihak lawan tidak mampu mencabut Badik/kawali ketika akan digunakan, ilmu ini dikenal dengan istilah pakuraga/pabinrung. Pangulu yang caredo (terbelah/atau memiliki mata) secara alami dipercaya mampu mengatasi orang yang memiliki ilmu tersebut.
Demikian sekilas mengenai mistik di sekitar badik, tulisan ini tidak bermaksud mengajarkan kita untuk menjadi musyrik kepada Allah SWT, tetapi lebih untuk mengenal kebudayaan masyarakat bugis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar