Laman

Selasa, 01 Mei 2012

DASAR-DASAR KEPERCAYAAN



Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai guna menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya, manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai dan pangkal nilai itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Tuhan itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan insting dan indera.
Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rasul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rasul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rasul penghabisan, jadi tiada Rasul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rasul itu adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
Wahyu Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti "kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan. Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin diketahui manusia dengan cara lain (16:89).
Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah.
Kemudian di dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia. Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas (112: 1-4) menerangkan secara singkat; katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa”. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir dan Yang Bathin (57:3), dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah Tuhan" (2:115). Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada" (57:4). Jadi Tuhan tidak terikat ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau "ridhanya". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian yang lain). 
Tuhan menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti (6:73, 25:2). Oleh karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada dirinya dan teratur secara harmonis (23:14). Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya (31:20)). Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri (10:101).
Jadi kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana (38:27). Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi (95:4, 17:70). Sebagai mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi (6:165). Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya (11:61). Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri (33:72). Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan.
Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan", sebab: segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada henti-hentinya (29:20). Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu (28:88). Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu (17:72). Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya (17:26).
Oleh karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan diterangi oleh ilmu (58:11). Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu, sedangkan bidang ilmu pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia (sejarah).
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan atau mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. - Tuhan Allah Yang Maha Esa (41:37).
Ini disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban kemanusiaan menuju kebenaran.
Kesudahan sejarah atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja (1:4, 22:56, 40:16). Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah (2:48). Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya (7:187). 

Kamis, 29 Maret 2012

Fenomena Alam Aneh, Badai Salju Hantami Sumatra Barat


REPUBLIKA.CO.ID, PADANG---Meski termasuk negara tropis, ternyata Indonesia pun bisa mengalami badai salju. Tidak percaya? Itulah yang terjadi ketika puluhan rumah warga mengalami kerusakan akibat dihantam badai salju yang melanda Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar). "Badai salju melanda Kabupaten Sijunjung pada Rabu (28/3) sekitar pukul 20.00 WIB mengakibatkan puluhan rumah mengalami kerusakan, "kata Kabid Penanggulangan Bencana BPBD Sumbar Ade Edwar di Padang, Kamis (29/3).
Menurutnya, berdasarkan data sementara diperoleh BPBD Sumbar, dimana 48 unit rumah atapnya beterbangan, dua unit rumah hancur berantakan. "Selain puluhan rumah warga rusak, badai salju juga merusak beberapa unit bangunan Sekolah Dasar (SD), tiga lokal belajar dan beberapa atapnya beterbangan, serta satu unit rumah dinas sekolah," katanya.
Dia menambahkan, badai salju yang melanda Kabupaten Sijunjung itu tidak menimbulkan korban jiwa, hanya mengalami kerugian materil. "BPBD masih melakukan penghitungan berapa kerugian harta benda ketika badai salju itu,"katanya.
Dia mengatakan, badai salju yang melanda Kabupaten Sijunjung hingga merusak puluhan rumah tersebut merupakan yang pertama kali terjadi di Sumbar. "Badai salju ini tidak pernah terjadi, ini merupakan pertama kali terjadi di Sumbar,"katanya.
Menurutnya, warga yang rumahnya mengalami kerusakan akibat dihantam badai salju telah dievakuasi ke tempat yang dirasakan aman. "BPBD telah mendirikan berapa unit tenda darurat bagi warga yang mengungsi, sementara itu bantuan akan segera dikirimkan,"katanya.
Dia menambahkan, untuk sementara aktivitas warga yang berada di Kabupaten Sijunjung masih belum pulih akibat badai salju yang melanda. "Masyarakat Kabupaten Sinjunjung masih merasakan khawatir jika badai salju susulan kembali terjadi, mereka berharap pemeerintah cepat memberikan bantuan,"katanya.

Selasa, 27 Maret 2012

Rieke Diah Pitaloka : SBY Untung Rakyat Buntung

Rieke Diah Pitaloka : SBY Untung Rakyat Buntung
Saya Rieke Diah Pitaloka, sekedar mengingatkan 13 hari lagi adalah keputusan kenaikan harga BBM. Salah satu argumen SBY, kenaikan tersebut adalah untuk menyelamatkan APBN supaya tidak jebol.

Berikut saya sampaikan data yang tidak pernah SBY sampaikan kepada rakyat, hitungan yang sesungguhnya bahwa dengan tidak mengurangi subsidi dan tidak menaikan harga BBM sebetulnya APBN tidak jebol.

Berikut ini data yang saya kompilasi dari berbagai sumber, terutama dari para ekonom yang tidak bermahzab neolib!

Indonesia menghasilkan 930.000 Barel/hari, 1 Barel = 159 liter
Harga Minyak Mentah = 105 USD per Barel
Biaya Lifting + Refining + Transporting (LRT) 10 USD per Barel
= (10/159) x Rp.9000 = Rp. 566 per Liter
Biaya LRT untuk 63 Milyar Liter
= 63 Milyar x Rp.566,- = Rp. 35,658 trilyun
Lifting = 930.000 barel per hari,
atau = 930.000 x 365 = 339,450 juta barel per tahun
Hak Indonesia adalah 70%, maka = 237,615 Juta Barel per tahun
Konsumsi BBM di Indonesia = 63 Milyar Liter per tahun,
atau dibagi dengan 159 = 396,226 juta barel per tahun
Pertamina memperoleh dari Konsumen :
= Rp 63 Milyar Liter x Rp.4500,-
= Rp. 283,5 Trilyun
Pertamina membeli dari Pemerintah
= 237,615 Juta barel @USD 105 x Rp. 9000,-
= Rp. 224,546 Trilyun
Kekurangan yang harus di IMPOR
= Konsumsi BBM di Indonesia – Pembelian Pertamina ke pemerintah = 158,611 Juta barel
= 158,611 juta barel @USD 105 x Rp. 9000,-
= Rp. 149,887 Trilyun
KESIMPULAN: ?

Pertamina memperoleh hasil penjualan BBM premium sebanyak 63 Milyar liter dengan harga Rp.4500,- yang hasilnya Rp. 283,5 Trilyun.
Pertamina harus impor dari Pasar Internasional Rp. 149,887 Trilyun
Pertamina membeli dari Pemerintah Rp. 224,546 Trilyun
Pertamina mengeluarkan uang untuk LRT 63 Milyar Liter @Rp.566,-
= Rp. 35,658 Trilyun
Jumlah pengeluaran Pertamina Rp. 410,091 trilyun
Pertamina kekurangan uang, maka Pemerintah yang membayar kekurangan ini yang di Indonesia pembayaran kekurangan ini di sebut “SUBSIDI”
Kekurangan yang dibayar pemerintah (SUBSIDI) = Jumlah pengeluaran Pertamina dikurangi dengan hasil penjualan Pertamina BBM kebutuhan di Indonesia
= Rp. 410,091 trilyun – Rp. 283,5 Trilyun
= Rp. 126,591 trilyun
Tapi ingat, Pemerintah juga memperoleh hasil penjualan juga kepada Pertamina (karena Pertamina juga membeli dari pemerintah) sebesar Rp. 224,546 trilyun. Catatan Penting: hal inilah yang tidak pernah disampaikan oleh Pemerintah kepada masyarakat.
Maka kesimpulannya adalah pemerintah malah kelebihan uang, yaitu sebesar perolehan hasil penjualan ke pertamina – kekurangan yang dibayar Pemerintah (subsidi)
= Rp. 224,546 Trilyun – Rp. 126,591 Trilyun
= Rp. 97,955 Trilyun
Artinya, APBN tidak Jebol justru saya jadi bertanya: dimana sisa uang keuntungan SBY jual BBM Sebesar Rp. 97,955 trilyun, itu baru hitungan 1 tahun. Dimana uang rakyat yang merupakan keuntungan SBY jual BBM selama 7 tahun kekuasaannya?

JANGAN MAU DIBOHONGI LAGI, mohon bantu berikan penyadaran kepada rakyat, tolak kenaikan BBM, Tolak BLT sebab itu adalah akal muslihat agar subsidi dicabut akibatnya SBY UNTUNG RAKYAT BUNTUNG!

Jakarta 16 Maret 2012
Salam Juang

Rieke Diah Pitaloka

sumber Rieke Diah Pitaloka - Kenaikan Harga BBM: SBY Untung Rakyat Buntungn Harga BBM: SBY Untung Rakyat Buntung

Jumat, 23 Maret 2012

Budaya Siri' Na Pacce/Pesse'


Budaya Siri' Na Pacce/PessE'

Budaya Siri' Na Pacce merupakan salah satu falsafah budaya Masyarakat Bugis-Makassar yang harus dijunjung tinggi. Apabila siri' na pacce tidak dimiliki seseorang, maka orang tersebut dapat melebihi tingkah laku binatang, sebab tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan kepedulian sosial. Mereka juga hanya ingin menang sendiri dan memperturutkan hawa nafsunya. Istilah siri' na pacce sebagai sistem nilai budaya sangat abstrak dan sulit untuk didefenisikan karena siri' na pacce hanya bisa dirasakan oleh penganut budaya itu. Bagi masyarakat Bugis-Makassar, siri' mengajarkan moralitas kesusilaan yang berupa anjuran, larangan, hak dan kewajiban yang mendominasi tindakan manusia untuk menjaga dan mempertahankan diri dan kehormatannya. Siri' adalah rasa malu yang terurai dalam dimensi-dimensi harkat dan martabat manusia, siri' adalah sesuatu yang 'tabu' bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan, pacce mengajarkan rasa kesetiakawanan dan kepedulian sosial tanpa mementingkan diri sendiri dan golongan inil adalah salah satu konsep yang membuat suku Bugis-Makassar mampu bertahan dan disegani diperantauan, pacce merupakan sifat belas kasih dan perasaan menanggung beban dan penderitaan orang lain, kalau istilah dalam bahasa Indonesia "Ringan sama dijinjing berat sama dipikul"

Dari aspek ontologi (wujud) budaya siri' na pacce mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan pandangan islam dalam kerangka spiritualitas, dimana kekuatan jiwa dapat teraktualkan melalui penaklukan jiwa atas tubuh. Inti budaya siri' na pacce mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat Bugis-Makassar, karena siri' na pacce merupakan jati diri dari orang-orang Bugis-Makassar. Dengan adanya falsafah dan ideologi siri' na pacce maka keterikatan antar sesama dan kesetiakawanan menjadi lebih kuat, baik dengan sesama suku maupun dengan suku yang lain. Konsep siri' na pacce bukan hanya dianut oleh kedua suku ini (Bugis dan Makassar), tetapi juga dianut oleh suku-suku lain yang mendiami daratan Sulawesi seperti, suku Mandar dan Tator, hanya kosakata dan penyebutannya saja yang berbeda, tetapi falsafah ideologinya memilikii kesamaan dalam berinteraksi dengan sesama.

Berdasarkan jenisnya siri' terbagi atas 2 yaitu:
  1. Siri' Nipakasiri'
Siri' Nipakasiri' terjadi apabila seseorang dihina atau diperlakukan diluar batas kewajaran. Maka ia atau keluarganya harus menegakkan siri'nya untuk mengembalikan kehormatan yang telah dirampas, jika tidak ia akan disebut "mate siri" atau mati harkat dan  martabatnya sebagai manusia. Bagi orang Bugis dan Makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup yang lebih tinggi dari pada menjaga siri'nya, mereka lebih senang mati dari pada hidup tanpa siri'. Mati karena mempertahankan siri' disebut "mate nigollai..mate nisantangngi" yang berarti mati secara terhormat untuk mempertahankan harga diri.
  1. Siri' Masiri'
Siri' masiri' yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sekuat tenaga dengan mengerahkan segala daya upaya demi siri' itu sendiri. Seperti sebuah penggalan syair sinrili' "Takunjunga' bangung turu'.. Nakugunciri' gulingku.. Kuallengi Tallanga Natoalia" yang berarti "Layarku telah kukembangkang.. kemudiku telah kupasang.. aku memilih tenggelam dari pada melangkah surut". Semboyan tersebut melambangkan betapa masyarakat Bugis-Makassar memiliki tekad dan keberanian yang tinggi dalam mengarungi kehidupan ini.
Beradasarkan nilai-nilai yang terkandung budaya siri' na pacce terbagi atas 3 yaitu:
  1. Nilai Filosofis.
Nilai Filosofis siri' na pacce adalah gambaran dari pandangan hidup orang-orang Bugis dan Makassar mengenai berbagai persoalan kehidupan yang meliputi watak orang Bugis Makassar yang reaktif, militan, optimis, konsisten, loyal, pemberani dan konstruktif.
  1. Nilai Etis.
Pada nilai-nilai etis siri' na pacce terdapat nilai-nilai yang meliputi: teguh pendirian, setia, tahu diri, jujur, bijak, rendah hati, sopan, cinta dan empati.
  1. Nilai Estetis
Nilai estetis dari siri' na pacce meliputi nilai estetis dalam non insani yang terdiri atas benda alam tak bernyawa, benda alam nabati, dan benda alam hewani
Budaya siri' na pacce adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini, untuk menjadi sebuah bangsa yang besar. Untuk itu diperlukan sosok-sosok muda yang memiliki jiwa dan karakter yang mapan karena pemuda adalah calon pemimpin dan pemiliki bangsa ini. Mereka harus memiliki siri' na pacce dalam diri mereka, dengan adanya budaya siri' na pacce anak pemuda bangsa ini akan menjadi lebih peka terhadap segala macam persoalan yang sedang melanda bangsa ini.

Seorang pemimpin yang memiliki budaya siri' na pacce dalam dirinya akan menjadi seorang pemimpin yang memiliki keberanian serta ketegasan, namun tetap bijaksana dalam memimpin. Seorang pemimpin yang memegang prinsip ini akan membawa bangsa ini menuju kearah yang lebih baik, karena mereka memiliki rasa peka terhadap lingkungan, mampu mendengarkan aspirasi-aspirasi orang-orang yang mereka pimpin karena itu sejalan dengan konsep negara kita yaitu Demokrasi.

Kamis, 22 Maret 2012

Asal Usul Nama Sulawesi / Celebes


Asal Usul Nama Sulawesi / Celebes
Sulawesi, adalah nama sebuah pulau yang berada di tengah-tengah Indonesia. Bentuknya cukup unik, seperti huruf K dan dilalui oleh garis meridian 120 derajat Bujur Timur, dan juga terhampar dari belahan bumi utara sampai selatan. Menurut wikipedia, nama Sulawesi kemungkinan berasal dari kata ‘Sula’ yang berarti pulau dan ‘besi’ yang menurutnya banyak ditemukan di sekitar Danau Matana. Pada dokumen dan peta lama, pulau ini dituliskan dengan nama ‘Celebes’. Hikayat asal usul nama ‘Celebes’ dalam Bahasa Bugis…

Wettu rioloE, wettu pammulanna engka to macellaE gemme’na, no pole lopinna ri birittasi’E, lokka i makkutana ko to kampongE. To kampong E wettunna ro, na mapparakai lopinna, masolang ngi engsele’na. Na wettunna makkutana i to macella’E gemme’na, to kampong E de’ na pahang ngi, aga hatu na pau. Kira-kira pakkutanana yaro to macella’E gemme’na, mappakkoi: “Desculpar-me, qual é o nome deste local?” Yero to kampongE, naaseng ngi kapang, “agatu ta katenning?”. Mabbeli adani to kampongE, “Sele’bessi”. Pole mappakoni ro, na saba’ asenna ‘Celebes’.

Terjemahan bebas: Pada waktu lampau, pada saat pertama kali rombongan orang yang berambut merah turun dari perahu dan menghampiri penduduk setempat yang sedang bekerja membuat perahu. Pimpinan rombongan tersebut bertanya mungkin dalam bahasa Portugis yang tidak dimengerti, mungkin bertanya ‘Apa nama tempat ini?’ Penduduk yang ditanyai, karena tidak paham, hanya mengira-ngira mungkin dia ditanya benda apa yang sedang dia pegang? Dengan spontan penduduk tersebut menjawab ‘Sele’bessi’ yang artinya engsel besi. Sejak saat itu, pimpinan orang yang berambut merah mencatat lokasi yang mereka datangi bernama daerah ‘Celebes’.

Salah satu ekspedisi ilmiah dunia terkait dengan Sulawesi dilakukan oleh Alfred Russel Wallace yang mengemukakan suatu garis pembatas tentang flora dan fauna yang ada di Indonesia. Juga ekspedisi Snellius (Universitas Leiden) yang mempelajari tentang kondisi bawah permukaan sekitar Sulawesi sampai ke Maluku. Kedua ekspedisi ilmiah pada zaman tersebut menggunakan nama ‘Celebes’.

Yang menarik adalah masyarakat lokal pada waktu itu belum menyadari untuk memberikan nama ke pulau tempat mereka berdiam. Sehingga untuk hal ini, Celebes merupakan eksonim untuk pulau yang nyaris berbentuk huruf K ini. Dari Celebes ini kemudian berevolusi menjadi ‘Sulawesi’ yang menjadi endonim sampai saat ini.
............................................................................................................................
Pada lambang daerah Sulawesi Selatan ada tulisan lontara berbahasa Makassar.

Tertulis: "Kualleangi Tallanga Natowalia" dibawah gambar perahu khas Phinisi
Lalu diterjemahkan bebas menjadi : "Sekali Layar Terkembang Pantang Biduk Surut Ke Pantai"

Namun arti sebenarnya kata "Kualleangi Tallanga Natowalia" adalah "Lebih Kupilih Tenggelam (di lautan) daripada Harus Kembali Lagi (ke pantai)".

Sulawesi sendiri dulu disebut Celebes oleh Belanda. konon berasal dari kata Sele' Bessi (badik besi - bahasa bugis).

Konon dahulu waktu orang Portugis datang, dia bertemu dengan seorang pribumi yang sedang attompang sele' alias badik (merawat badik dengan menggunakan jerus nipis)*.

Ketika itu orang Belanda bertanya: "Apa nama daerah ini?"
Tapi karena bahasanya kurang nyambung, pribumi yg ditanya mengira dia ditanya "apa nama benda yg kamu pegang itu?"
Maka dengan enteng Sang Pribumi menjawab: "Sele' Bessi"

Nah... dari kata Sele' Bessi inilah terbentuk kata Celebes alias Sulawesi...
,...........................................................................................................................
Dulu ada Pelaut Portugis yang Singgah di Makassar dan Menemui Raja Gowa untuk meminta Izin berlayar sekaligus menanyakan nama Daerah ini, tetapi pada saat orang Portugis itu Menghadap ke Hadapan Raja, Raja sedang Membersihkan Sele'nya (Kerisnya), Nah pada saat itu Orang Portugis Bertanya kepada Sang Raja dengan bahasa Portugis bahwa daerah ini namanya Apa???, karena Sang Raja tidak mengerti Bahasa Portugis, maka sang Raja hanya Memperkirakan arti pertanyaan itu, Sang Raja memperkirakan bahwa orang Portugis ini sedang mempertanyakan apa nama Benda yang ada di Tangan Sang Raja, maka Sang Raja pun menjawabnya dengan SELE' BASSI. singkat cerita Orang Portugis ini pun mencatat nama SELE' BASSI itu untuk menamai daerah kita, dan mereka lebih mudah menyebut SELE' BASSI dengan sebutan CELEBES.